Senin, 24 Agustus 2015

Jurnal Muhammad Salman Afira, S.Pt

PERFORMA PRODUKSI TELUR DUA GALUR AYAM SENTUL DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK UNGGAS JATIWANGI, MAJALENGKA
EGG PRODUCTION PERFORMANCE TWO STRAINS OF CHICKENS SENTUL IN BUREAU DEVELOPMENT OF POULTRY BREEDING JATIWANGI, MAJALENGKA
Muhammad Salman Afira*, Tuti Widjastuti, dan Primiani Edianingsih
Universitas Padjadjaran
*Alumni Fakultas Peternakan Unpad tahun 2009
e-mail : Sonjay_dutt@rocketmail.com

Abstrak

Penelitian mengenai Performa Produksi Telur Dua Galur Ayam Sentul di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi, Majalengka, telah dilakukan dari tanggal 18 Maret-16 April 2013. Tujuan penelitian untuk mengetahui performa produksi telur ayam Sentul Batu dan Debu, mengetahui perbandingan performa produksi telur ayam Sentul Batu dan Debu. Metode yang digunakan statistik deskriptif dan analisis uji t-student. Jumlah ayam Sentul yang diteliti sebanyak 39 ekor ayam Sentul Batu dan 23 ekor ayam Sentul Debu. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, bobot telur, dan hen-day production. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan hen-day ayam Sentul Batu nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Sentul Debu, sedangkan bobot telur antara kedua galur ayam Sentu sama. Kesimpulan ini ditunjang oleh data hasil penelitian yang menjelaskan bahwa rataan konsumsi ayam Sentul Batu yaitu 78,26 gram/ekor/hari dan ayam Sentul Debu yaitu 74,14 gram/ekor/hari, sedangkan untuk bobot telur rata-rata untuk ayam Sentul Batu yaitu 40,05 gram/butir dan ayam Sentul Debu yaitu 39,40 gram/butir. Hen-day ayam Sentul Batu sebesar 21,03% dan ayam Sentul Debu sebesar 19,86%.
Kata kunci : Performa produksi telur, sentul batu, sentul debu, 
Abstract

This research on Egg Production Performance Two Strains of Chickens Sentul in Bureau Development of Poultry Breeding Jatiwangi Majalengka, had been conducted during the month of March 18th 2013 up to April 16th 2013. The aim of this research was to know difference performance eggs production between Sentul Batu Chicken and Debu. The data were statistic description and independent sample t-test. The research had been taken care by using description method on 39 Sentul Batu Chicken and 23 Sentul Debu Chicken. Performance eggs production had been feed intake, egg weight, and hen-day production. The results showed that the feed intake and hen-day Sentul Batu chicken higher than the Sentul Debu chicken, while the weight of a chicken egg between the two strains Sentul of the same. This conclusion is supported by research data that explains that the average consumption of two strains of Sentul chicken is 78,26 grams/head/day for Sentul Batu chicken, and 74,14 grams/head/day for Sentul Debu chicken. Egg weight average for Sentul chicken Batu and Debu is 40,05 grams/grains and 39,40 grams/grains. Hen-day average Sentul Batu chicken is 21,03% and Sentul Debu chicken is 19,86%.
Keywords : Egg production performance, sentul batu, sentul debu








  1. PENDAHULUAN
Indonesia banyak memiliki ayam lokal yang potensial untuk dikembangan. Populasi ayam lokal sebagian besar terdapat di Pedesaan. Pada tahun 2011, populasi sementara mencapai 274,893 juta ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2011), dan sebagian besar (70%) menggunakan sistem pemeliharaan secara tradisional (berkeliaran/scavenging) dan hanya 30% yang mengikuti program intensifikasi ayam buras (INTAB).
Ayam lokal merupakan sumber daya genetik Indonesia yang masih perlu digali lagi potensinya. Saat ini terdapat beberapa galur yang mempunyai ciri-ciri spesifik dan sebagian berpotensi untuk dijadikan ternak unggas komersial. Nataamijaya (2000) mengemukakan terdapat galur ayam lokal Indonesia yang mempunyai ciri spesifik, diantaranya adalah ayam Sentul.
Ayam Sentul merupakan salah satu sumber daya genetik asli dari daerah Ciamis, Jawa Barat. Keunggulan ayam ini berupa pertumbuhannya lebih cepat dan produksi telur relatif lebih tinggi dibandingkan ayam lokal lain. Potensi tersebut menjadikan ayam Sentul dapat digunakan sebagai komoditas peternakan ayam lokal. Pemerintah sampai saat ini sudah memberikan perhatian serius dengan mengembangkan ayam Sentul. Ayam Sentul ini berkembang di daerah Ciamis, Jawa Barat, meskipun awalnya dikenal sebagai ayam aduan, akan tetapi sekarang banyak dipelihara sebagai ayam pedaging dan petelur. Berdasarkan warna bulunya, ayam Sentul terdiri dari lima galur, yakni Sentul Kelabu (berwarna abu-abu), Sentul Geni (berwarna abu-abu kemerahan), Sentul Jambe (berwarna merah jingga), Sentul Batu (berwarna abu-abu keputihan), Sentul Debu (berwarna debu), dan Sentul Emas (berwarna abu-abu kekuningan).
            Balai Pembibitan Ternak Unggas Jatiwangi, Kecamatan Majalengka, merupakan salah satu Unit Pelayanan Terpadu Daerah Dinas Peternakan Jabar. Balai yang didirikan pada tahun 1952 itu memiliki bermacam koleksi budidaya ayam dan itik. Dalam perkembangan, pada tahun 1980 balai itu berubah nama menjadi Balai Perbibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Jatiwangi yang bergerak dalam budidaya sapi perah, kambing, dan unggas. Pada tahun 2002 kembali balai itu berubah nama menjadi Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi.  Lahan kompleks peternakan itu 16,5 ha, namun yang ditempati baru 7 ha. Banyak ayam lokal, seperti ayam kedu, ayam sentul, pelung, arab, dan ayam hasil perkawinan silang dikembangkan di tempat itu.
            Dalam upaya melestarikan sumberdaya genetik unggas lokal yang ada di Jawa  Barat, Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas (BPPTU) Jatiwangi, sesuai dengan tugasnya, secara terus menerus melaksanakan perbaikan mutu genetik unggas lokal baik ayam lokal maupun itik. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu genetik tersebut adalah melalui pembentukan Bangsa Murni (Pure Breed) dan Galur Murni (Pure Line) ayam Sentul.
Usaha Identifikasi dan karakterisasi ayam Sentul masih sangat diperlukan. Kegiatan ini dianggap sangat penting karena disamping berguna untuk keperluan sumber daya genetik Indonesia, juga berguna dalam membantu program pemuliaan. Identifikasi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi performa tubuh juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi performa produksi telurnya. Pengembangan ayam Sentul penting dilakukan selain untuk menjaga ayam Sentul dari kepunahan, juga untuk menggali potensi genetik yang ada dalam ternak tersebut demi memaksimalkan pemanfaatan. Oleh karena itu, ayam Sentul sangat baik bila dimanfaatkan sebagai ayam lokal penghasil daging dan telur. Populasi ayam Sentul yang tinggal sedikit, menuntut upaya pengembangan lebih lanjut, disamping untuk melestarikan sumberdaya genetik asli Indonesia, juga untuk memaksimalkan manfaat yang dapat digali dari potensi genetik yang dimilikinya.
Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi (BPPTU Jatiwangi), setiap harinya melakukan pencatatan performa produksi telur ayam Sentul. Di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi terdapat dua galur ayam Sentul yaitu ayam Sentul Batu (berwarna abu-abu) dan ayam Sentul Debu (berwarna abu-abu keputihan) yang sama-sama bertujuan sebagai penghasil telur. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui “Performa Produksi Telur Dua Galur Ayam Sentul di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi, Majalengka”.

  1. METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Bahan Penelitian
Objek dalam penelitian yang diamati adalah ayam Sentul betina umur 48-52 minggu sebanyak 39 ayam Sentul Batu dengan bobot badan rata-rata 1.205 gram dan 23 ekor ayam Sentul Debu dengan bobot badan rata-rata 1.138 gram. Penentuan umur ternak dilihat pada pencatatan di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi.

Kandang dan Perlengkapan Penelitian
Kandang yang digunakan dalam penelitian menggunakan sistem kandang cage, dan terbuat dari besi dan ram kawat dengan ukuran panjang tiap unit kandang 40 cm, lebar 22 cm, dan tinggi 40 cm untuk tiap ekor ternak. Setiap unit kandang diberi nomor agar mudah dalam pencatatan. Tempat pakan terbuat dari bahan seng yang memanjang (trough feeder). Tempat air minum terbuat dari pipa paralon memanjang dengan menggunakan nipple.

Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah :
1.                  Timbangan digital merk ACIS tipe AD-300H, berkapasitas 300 g dan timbangan digital model FEJ-2000 dengan kapasitas 2000 g untuk menimbang telur
2.                  Timbangan gantung kapasitas 150kg dan timbangan duduk kapasitas 300gram untuk menimbang ransum
3.                  Egg tray, berfungsi sebagai tempat penyimpanan telur
4.                  Alat tulis
5.                  Kalkulator
6.                  Kamera digital
7.                  Komputer / Laptop

Susunan Ransum Penelitian
Pemberian ransum dalam bentuk mash. Ransum yang diberikan mempunyai kandungan protein 16,61 % dan Energi Metabilis 2662,99 kkal/kg. Pemberian pakan pada seluruh ternak dengan perlakuan yang sama, yakni sesuai rekomendasi dari BPPTU Jatiwangi.

Pencegahan Penyakit
Pencegahan terhadap penyakit meliputi : desinfeksi dan vaksinasi.
1.                  Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit dan hama lainnya dilakukan secara teratur.
2.                  Vaksinasi dilakukan terhadap penyakit Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Avian Influenza (AI) serta penyakit hewan lainnya yang ditetapkan dilakukan sesuai petunjuk teknis kesehatan hewan.

Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Data penelitian menggunakan data primer. Data primer diperoleh dengan cara melakukan penimbangan dan pengamatan terhadap performa produksi telur yang meliputi produksi telur yang diperoleh konsumsi ransum, bobot telur, dan hen-day ayam Sentul. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan analisis statistik deskriptif dan uji t-student untuk membandingkan performa produksi telur dua galur ayam Sentul.

Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum diberikan sebanyak 80 gram/ekor/hari pada tempat pakan yang telah disediakan. Bentuk ransum yang diberikan selama penelitian adalah bentuk mash. Ransum diberikan dua kali setiap hari pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan siang hari pukul 14.30 WIB. Air minum diberikan secara ad libitum pada tempat minum yang telah disediakan. Air minum selalu diberikan dalam keadaan bersih dan segar.

Peubah yang Diukur
Peubah yang diamati meliputi:
1.                  Konsumsi Ransum (gram/ekor/hari)
Konsumsi ransum dicatat per hari, diakumulasi kemudian diambil rata-rata konsumsi per ekornya selama penelitian.
2.                  Bobot Telur (gram/butir)
Telur ayam Sentul dikoleksi setiap harinya dari tiap ekor ayam Sentul. Telur dari tiap ekor tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dan diperoleh berat telur tiap ekor, setelah itu dilakukan pencatatan.
3.                  Hen-day Production ( %)
Tiap kelompok dalam kandang dihitung produksinya setiap minggu dihitung produksi telur yang merupakan presentase jumlah produksi telur dari total ayam produktif pada saat tersebut atau menurut Anggorodi (1985) dapat dinyatakan sebagai berikut:     
Hen-day(%)= x100%

Analisis Statistik Deskriptif
            Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif meliputi :
1.                  Rata-rata / Mean, yaitu bilangan yang diperoleh dari seluruh jumlah data dibagi dengan banyaknya data, rumusnya adalah :
Keterangan :                     
 = rata-rata populasi
x = nilai data individu
i = 1,2,3,……N
N = banyaknya data populasi

2.                  Minimal
Untuk mengetahui nilai terendah peubah yang diamati
3.                  Maksimal
Untuk mengetahui nilai tertinggi peubah yang diamati.
4.                  Simpangan baku adalah akar dari ragam. Ragam merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individu terhadap rata-rata populasi, rumusnya:
Keterangan  :                    
σ = akar dari ragam
 = rata-rata populasi
x = nilai data individu
i = 1,2,3,……N
N = banyaknya data populasi

5.                  Ragam
Keterangan :         
 = ragam
 = rata-rata populasi
x = nilai data individu
I = 1,2,3,……N
N = Banyaknya data populasi
6.                  Koefisien variasi adalah ukuran yang digiunakan untuk membandingkan variasi relatif beberapa kumpulan data dengan satuan yang berbeda, rumusnya adalah :
KV =  x 100%
Keterangan :          KV = koefisien variasi
                                 = Rata-rata populasi
                               σ = simpangan baku
Uji t student
Uji t student untuk menguji performa dua populasi berbeda, menguji dua variabel yang saling independen (Sudjana, 2005).
       n= jumlah populasi pada peubah 1 (populasi ayam Sentul Batu)
       n2 = jumlah populasi pada peubah 2 (populasi ayam Sentul Debu)

·         Hipotesis yang diajukan


            Ho  = tidak ada

 perbedaan nilai tengah populasi antara ayam Sentul Batu dan ayam Sentul Debu (non significant level)
            H1 = ada perbedaan nilai tengah populasi antara ayam Sentul Batu dan ayam Sentul Debu (significant level)

Langkah pengujian
1.                  Menghitung ragam masing-masing peubah
                              Ragam peubah untuk N 

            Keterangan :
     N1= Peubah 1 (Ayam Sentul Batu)                        N2 = Peubah 2 (Ayam Sentul Debu)
·           Menguji keseragaman/homogenitas ragam dengan pengujian Bahren Fisher
                                                                                                          
                                                                                          
·           Kaidah keputusan
  Fhit ≤ F0,05  →  terima  H0, tolak H1
2.                  Untuk simpangan baku berbeda (σ1 σ2)
·           Statistik uji ragam berbeda
Keterangan :                     
t’ = statistik t’
µ = rata – rata populasi
σ = Simpangan baku
n = jumlah data

·           Kriteria pengujian adalah : terima hipotesis  jika
              t’  

Dengan :  = ;  =
 =
 =
(Sudjana, 2005)     
Analisis perbedaan antara ayam Sentul Batu dan ayam Sentul Debu menggunakan analisis uji paket program SPSS 16.

  1. HASIL DAN  PEMBAHASAN

Keadaan Umum Balai Pengembangan  Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi
Lokasi UPTD - BPPTU Jatiwangi terletak di Jl. Raya Loji Km. 35 Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Suhu udara rata-rata harian di wilayah UPTD - BPPTU Jatiwangi berkisar antara 25-38ºC dengan curah hujan 6,6 mm per tahun. Keberadaan UPTD - BPPTU Jatiwangi cukup strategis yaitu berjarak 100 m dari jalan raya, sehingga mudah dalam pemasaran maupun pengadaan sarana dan prasarana produksi, namun dalam usaha perbibitan ternak jarak demikian belum ideal untuk dijadikan sebagai lokasi perbibitan sebaiknya jarak antara peternakan dengan jalan raya sekitar 1 km. Jarak antara lokasi perkantoran dan rumah dinas dengan kandang ayam berkisar antara 50 m, dalam hal ini sebaiknya 100 m. Jarak antara UPTD - BPPTU Jatiwangi dengan pemukiman penduduk berkisar antara 100-200 m tetapi dalam hal perencanaan untuk peternakan perbibitan yaitu minimal 250 m agar pemukiman penduduk tidak tercemar akibat polusi dari limbah ternak. Seluruh areal UPTD - BPPTU Jatiwangi dikelilingi oleh pagar beton dengan ketinggian 2,5 m sehingga tidak menggangu penduduk sekitar dan aman dari gangguan luar.
Ayam yang dipelihara di UPTD - BPPTU Jatiwangi adalah parent stock. Jenis ayam lokal yang digunakan adalah ayam kedu, ayam sentul, dan ayam arab. Masing-masing jenis ayam merupakan ayam lokal asli dari daerah di Indonesia dan memiliki ciri-ciri fisik yang berbeda. Jumlah keseluruhan ayam buras yang terdapat di UPTD - BPPTU adalah pada bulan Juni 2013 9.091 ekor. Jumlah ayam periode starter 2.720 ekor, periode grower 2.283 ekor, dan periode layer 4.088 ekor. Jumlah ayam Sentul yang digunakan untuk penelitian yaitu umur 48-52 minggu sebanyak 39 ekor ayam Sentul Batu dan ayam Sentul Debu 23 ekor, dikarenakan populasi ayam Sentul yang diambil adalah ayam Sentul yang sedang berproduksi dan populasi tersebut merupakan ayam Sentul yang sedang dalam upaya pemurnian.

Konsumsi Ransum Ayam Sentul Batu dan Debu di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi
Hasil pengamatan dan perhitungan rata-rata konsumsi ransum Ayam Sentul Batu dan Debu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.



Tabel 2. Konsumsi Ransum Ayam Sentul Batu dan Debu gram per ekor per hari di BPPTU Jatiwangi, Majalengka Selama Penelitian
Parameter
Ayam Sentul
Batu
Debu
N (ekor)
39
23

………………gram/ekor/hari………………..
Rata- rata
78,26
74,14
Minimal
74,39
70,69
Maksimal
80,00
78,21
Simpangan baku
  1,21
  1,52
Koefisien variasi
  1,55
  2,04



Dari Tabel 2. terlihat bahwa konsumsi ransum ayam Sentul Batu dan Debu cenderung seragam karena koefisien variasi konsumsi ransum dua galur ayam Sentul hanya 1,55 dan 2,04% tidak lebih dari 10 persen. Sesuai dengan pendapat

Sudjana (2005) yang mengemukakan bahwa, populasi dianggap seragam memiliki nilai koefisien variasi (konsumsi ransum) tidak lebih dari 10%. Untuk mengetahui perbedaan konsumsi ransum ayam Sentul Batu dan Debu maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan metode uji t-student (lampiran 7). Hasil dari uji t-student menunjukkan bahwa konsumsi ransum ayam Sentul Batu dan Debu berbeda nyata (P<0,05).



Tabel 3. Uji t-student Konsumsi Ransum Ayam Sentul Batu dan Debu
Pengamatan
Ayam Sentul
Rata-rata (gram/ekor/hari)
Signifikansi (0,05)
30 hari
Batu
78,26
a
Debu
74,14
     b


Keterangan: Huruf yang berbeda didalam kolom menunjukkan berbeda nyata



Dari hasil uji t-student (Tabel 3) terlihat bahwa konsumsi ransum ayam Sentul Batu (78,26 gram/ekor/hari) dan untuk ayam Sentul Debu (74,14 gram/ekor/hari), menunjukkan hasil berbeda nyata. Hal ini dikarenakan perbedaan rata-rata bobot badan antara Sentul Batu lebih besar (1.205 gram) dibandingkan dengan Sentul Debu (1.138 gram) yang menyebabkan ransum yang dikonsumsi oleh Sentul Batu lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil ini sesuai dengan pendapat Scott, dkk., (1982) yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh bobot dan bangsa ayam.
Konsumsi ransum ayam Sentul Batu (78,26 gram/ekor/hari) dan Debu (74,14 gram/ekor/hari) lebih rendah dari hasil yang diperoleh Widjastuti (1996), yang menyatakan bahwa konsumsi ransum ayam Sentul sekitar 80 gram/ekor/hari dengan kebutuhan (protein dan energi metabolis) yaitu protein 15,44%, EM 2756,325 kkal/kg (sistem cage). Sejalan dengan hal itu Gunawan, dkk (2003) berpendapat bahwa apabila pemberian ransum berlebihan atau kurang dari jumlah yang dianjurkan, maka pertumbuhan dan

produktivitas ayam akan tergangguTilman, dkk (1991) menambahkan bahwa jumah ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh palatabilitas. Semakin palatable ransum, maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi.
            Hasil yang diperoleh untuk konsumsi ransum ayam Sentul Batu (78,26 gram/ekor/hari) dan ayam Sentul Debu (74,14 gram/ekor/hari) lebih rendah dibandingkan penelitian Widjastuti (1996) yaitu dengan rata-rata 80 gram/ekor/hari (dalam suhu lokasi penelitian antara 21-28ºC), sementara di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi suhu berkisar antara 25-38ºC. Sejalan dengan pendapat Wahju (1992) konsumsi ransum menurun 1,5% setiap kenaikan temperatur 1ºC, sebaliknya temperatur yang rendah dapat meningkatkan konsumsi ransum.
Bobot Telur Ayam Sentul Batu dan Debu di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi

            Bobot telur ayam Sentul Batu dan Debu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata bobot telur yang dicapai adalah 40,05 gram/butir untuk Sentul Batu dan 39,40 gram/butir untuk Sentul Debu.







Tabel 4. Rataan Bobot Telur Ayam Sentul Batu dan Debu gram per butir di BPPTU Jatiwangi, Majalengka Selama Penelitian
Parameter
Ayam Sentul
Batu
Debu
Jumlah (ekor)
39
23

…………….gram/butir…………...
Rata-rata
40,05
39,40
Minimal
36,05
35,81
Maksimal
46,52
42,63
Simpangan baku
  2,13
  2,08
Koefisien variasi
  5,32
  5,28


           
            Dari Tabel 4. terlihat bahwa bobot telur ayam Sentul Batu dan Debu cenderung seragam karena koefisien variasi bobot telur 5,32%, Sudjana (2005) mengemukakan bahwa, populasi dianggap seragam apabila memiliki nilai koefisien variasi tidak lebih dari 10%. Untuk

mengetahui perbedaan bobot telur ayam Sentul Batu dan Debu maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan metode Uji t-student (lampiran 7). Hasil dari uji t-student menunjukkan bahwa bobot telur ayam Sentul Batu dan Debu tidak berbeda nyata (P>0,05).



Tabel 5. Uji t-student Bobot Telur Dua galur Ayam Sentul
Pengamatan
Ayam Sentul
Rata-rata (gram/butir)
Signifikansi (0,05)
30 Hari
Batu
40,05
a
Debu
39,40
a
Keterangan: Huruf yang sama didalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata



Tabel 5. menunjukkan bobot telur ayam Sentul Batu mempunyai rata-rata sebesar 40,05 gram/butir dan ayam Sentul Debu sebesar 39,40 gram/butir menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Apabila dihubungkan dengan  konsumsi ransum, maka ayam Sentul Batu lebih tinggi mengkonsumsi ransum daripada ayam Sentul Debu tetapi bobot telur yang dihasikan sama. Hal ini karena kondisi Sentul Batu memiliki warna bulu yang lebih gelap yang dapat menahan panas di dalam tubuhnya lebih tinggi sehingga untuk mengeluarkan panas dari dalam tubuhnya diperlukan energi lebih banyak dibandingkan dengan ayam Sentul Debu yang memiliki warna bulu yang lebih terang. Oleh karena itu walaupun ayam Sentul Batu konsumsi lebih tinggi, akan tetapi bobot telur yang dihasilkan

sana dengan ayam Sentul Debu. Sejalan dengan pernyataan Thahar, dkk., (1980) bahwa warna kulit dan bulu pengaruhnya sangat besar terhadap daya tahan panas akibat selanjutnya berpengaruh terhadap produktivitas ternak.
Selain itu ayam Sentul yang diteliti telah memasuki fase II (lebih dari 42 minggu) sehingga bobot telur yang dihasilkan sudah konstan, karena pada fase II ransum yang dikonsumsi tidak lagi digunakan untuk pertumbuhan bobot badan, melainkan untuk produksi telur dan bobot telur. Sejalan dengan yang dikemukakan Romanoff dan Romanoff, (1963) bahwa bobot telur terus meningkat, kemudian kostan.
Rataan bobot telur ayam Sentul Batu (40,05 gram/butir) dan ayam Sentul Debu (39,40 gram/butir) lebih rendah dari hasil penelitian Widjastuti (1996) dengan rata-rata bobot telur untuk ayam Sentul 40,2-42,66 gram/butir, hal ini karena konsumsi ransum kedua galur ayam Sentul di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi lebih rendah akibat suhu yang tinggi (25-38ºC) dan kualitas ransum yang kurang baik, yang berdampak pada jumlah protein yang dikonsumsi lebih rendah dan berakibat turunnya bobot telur. Sejalan dengan Yuwanta (2010) menyatakan bahwa setiap kenaikan 1ºC temperatur kandang akan menyebabkan penurunan 0,4 gram berat telur dan penurunan berat telur akan terjadi bila suhu lingkungan lebih dari 28ºC.

Hen-day Production Ayam Sentul Batu dan Debu di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi

Rata-rata nilai hen-day ayam Sentul Batu dan Debu selama penelitian dapat dilihat pada lampiran 6. Berdasarkan hasil perhitungan, hen-day rata-rata selama penelitian untuk ayam Sentul Batu sebesar 21,03% sedangkan ayam Sentul Debu sebesar 19,86%. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Supardi (1996) bahwa ayam umur 42 minggu dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan protein 15% didapatkan rataan nilai hen-day sebesar 23,65%. Sementara Widjastuti (1996) menjelaskan bahwa hen-day untuk ayam Sentul periode produksi fase I yang dipelihara dengan sistem cage lebih tinggi adalah 41,61% dan sistem litter adalah 40,83%.
Rendahnya hen-day pada ayam Sentul Batu dan Debu karena umur ayam Sentul telah mencapai 48-52 minggu sudah masuk fase II (fase setelah ayam umur 42 minggu) dan telah melewati masa puncak produksi (33-36 minggu), selain itu rendahnya kandungan EM (2662,99 kkal/kg) dan protein (16,61%) pada ransum. Faktor lain yang mempengaruhi produksi telur yaitu faktor genetik, sistem pemeliharaan, cekaman, penyakit dan manajemen (Nataamijaya, 1993).
Ayam Sentul Batu lebih tinggi mengkonsumsi ransum daripada ayam Sentul Debu, kondisi Sentul Batu memiliki warna bulu yang lebih gelap yang dapat menahan panas di dalam tubuhnya lebih tinggi sehingga untuk mengeluarkan panas dari dalam tubuh diperlukan energi lebih banyak dibandingkan dengan ayam Sentul Debu yang memiliki warna bulu yang lebih terang. Selain itu, suhu lingkungan yang tinggi di Jatiwangi pada siang hari antara 25-38ºC (BMKG Jatiwangi) menyebabkan ayam panting. Panting adalah usaha ayam untuk mengurangi panas tubuh internal dengan meningkatkan penguapan kelembaban dari kantung udara (Mulyantini, 2010). Setiap menit ayam dapat panting sebanyak 130-160 kali ketika cuaca sangat panas. Hasil metabolisme yang seharusnya dialokasikan untuk produksi telur tetapi menjadi terbuang karena proses panting. Keadaan ini menyebabkan konsumsi pakan dan air minum tidak tercapai secara optimal, akibatnya produksi telur (hen-day) tidak maksimal (Krista dan Harianto, 2011).

  1. KESIMPULAN
Konsumsi ransum dan hen-day ayam Sentul Batu lebih tinggi dibandingkan dengan Sentul Debu, sedangkan bobot telur antara kedua galur ayam Sentul sama. Kesimpulan ini ditunjang oleh data hasil penelitian yang menjelaskan bahwa rataan konsumsi ayam Sentul Batu yaitu 78,26 gram/ekor/hari dan ayam Sentul Debu yaitu 74,14 gram/ekor/hari, sedangkan untuk bobot telur rata-rata untuk ayam Sentul Batu yaitu 40,05 gram/butir dan ayam Sentul Debu yaitu 39,40 gram/butir. Hen-day ayam Sentul Batu sebesar 21,03% dan ayam Sentul Debu sebesar 19,86%.

  1. DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Peternakan, 2011. Statistik Peternakan 2006. Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Gunawan, B., D. Zainuddin, K. Dwiyanto dan S. Iskandar. 2003. Seleksi Generasi Keempat (G4) terhadap Produksi Telur untuk Mengurangi Sifat Mengeram dan Meningkatkan Produksi Telur Ayam Lokal. Laporan Penelitian Balitnak Ciawi. Bogor.

Krista B, B. Harianto. 2011. Pembesaran Ayam Kampung Pedaging 2,5 Bulan Balik Modal. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Mulyantini. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Nataamijaya A.G.. 1993. Pengamatan terhadap Status Ayam Pelung, Nunukan, Kedu, Gaok dan Sentul di Pedesaan serta Eksplorasi Kemungkinan Keberadaan Ayam Buras Langka Kainnya. Prociding Seminar nasional pengembangan ternak ayam buras melalui wadah koperasi menyongsong PJPT II. Universitas Padjadjaran. Bandung.

________________, 2000. The Native of Chicken of Indonesia. Buletin Sumber daya genetik, vol 6, No 1 Th.2000. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.

Romanoff, A.L and J. Romanoff. 1963. The Avian Egg 2nd Edition. John Wiley and Sons, New York. 267-373

Scott, M. L, M.C. Nesheim and R.J Young. 1982. Nutrion of the chicke. 3rd ed. M.L Scott and associates, Ithaca, New York.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. 238-241
Supardi. 1996. Pengaruh Berbagai Imbangan Energi Protein Ransum terhadap Performan Ayam Sentul Fase Produksi II dengan Pemeliharaan Sistem Litter. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Thahar, A., J. B. Moran dan Soeripto. 1980. Karakteristik Kulit Sapi dan Kerbau Pedaging Indonesia dalam Hubungannya dengan Ketahanan Panas. Laporan Seminar Ruminansia II. Pusat Penelitian Pengembangan Ternak, Bogor.

Tillman, D.A., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Widjastuti, T. 1996. Penetuan Efisiensi Penggunaan Protein, Kebutuhan Protein dan Energi Untuk Pertumbuhan dan Produksi Telur Ayam Sentul pada Kandang Sistem Cage dan Sistem Litter. Disertasi, Universitas Padjadjaran,. Bandung

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.